30.11.10

Bicara Rendah Hati

Internet yang pada awalnya adalah fitur rahasia dalam militer yang sekarang menjadi hal umum dipake, dan semakin hari semakin mengagumkan saja.

Bagi saya, salah satu tempat paling mengagumkan untuk diceritakan selain pesantren dan alam hijau gunung adalah forum internet, dimana disana tak senioritas, tak ada yang paling (merasa) pintar. Tiap anggota forum mencoba menampilkan thread atau komen yang sama-sama bermanfaat untuk diketahui. Jika mengacau, sang admin (teh mimin dan kang momod) dengan senang menggulung si nyamuk nakal.

Berbeda dengan kehidupan nyata, dimana kerendahan hati dalam berpendapat kadang menjadi langka, orang ingin dibenarkan pendapatnya, jika tidak maka tampilah arogansinya. Merasa paling tua, paling berpengalaman atau bertitel anu-anu-anu. Lebih parah, menjadikan jabatan dan uangnya sebagai pembenar bahwa dia yang paling benar.

Entah orang lain, tapi saya selalu merasa tak nyaman ngobrol dengan orang yang merasa tahu atau adigung (sunda : besar kepala). Makanya ketika lawan ngomong sedang nyerocos saya lebih baik diam dan menghindar menatap muka lawan bicara. Lah iya, nada bicaranya saja sudah gak enak apalagi ngeliat ekspresinya.

Tapi saya mencoba berprasangka baik saja, dan ini memang sulit.

"Mungkin do'i dari sononya cara ngomongnya gitu, padahal maksudnya gak jelek"

"mungkin pendapatnya bener, tapi intonasinya aja yang gak enak"

"mungkin saya yang suudhon, nyangka jelek terus"

Dan banyak kemungkinan yang lain, lebih baik berpikir "mungkin" dalam arti positif daripada nyangka yang bukan-bukan, lebih adem.

Seperti kata sahabat Ali bin Abi Thalib rahiyallahu 'anhu : "jangan melihat siapa yang bicara, tapi lihat apa yang dia bicarakan". Intinya substansinya, bukan kulitnya.

Secara fisik pula manusia diciptakan dua telinga dan dua mata, sama-sama untuk mengambil pelajaran. Tapi lidah hanya satu, itupun lebih banyak salahnya ketika ngomong.

Semoga pula, kita makin cerdas tapi tetap hati.

0 komentar:

Posting Komentar